Selasa, 17 Februari 2015

SRI MALANG yang BERUNTUNG
OLEH SIDIQ FAUZAN


Jam dinding sudah berdentang dua kali. Setengah malam telah terlewati. Sri masih duduk tepekur di sudut kamar. Matanya sembab. Ia belum berhasil memejamkan mata. Ia beringsut ke depan cermin yang menempel di dinding kamar. Kejadian tersebut terulang-ulang sampai beberapa hari. Sri menahan sedih tatkala kedua orang tuanya kini telah meniggalkan dia menuju panggilan Tuhan. Sang ibu yang telah lama menderita sakit tak mampu disembuhkan dan pada akhirnya penyakit tersebut menjadi perantara untuk menghadap Sang Pencipta. Setelah kepergian sang pendamping hidup, ayah Sri sering jatuh sakit dan selang waktu yang tak lama ayah Sri mengikuti jejak sang ibu menghadap ke illahi. Sri kini seorang diri, jauh dari sanak keluarga karena keluarga Sri adalah keluarga perantauan. Hanya ada tetangga yang mau membantu Sri mencukupi kebutuhannya, itupun tidak selau setiap hari. Ia hanya mengandalkan belas kasih para tetangga.

 Hari berganti bulan, bulan berganti tahun hidup Sri semakin tidak menentu. Sebelum ditinggalkan kedua orang  tuanya Sri masih duduk dibangku sekolah dasar. Ia menjadi salah satu murid teladan di sekolah tersebut. Banyak teman sekelas Sri yang mengganggap  bahwa Sri anak yang selalu ceria, baik kepada teman, lucu, dan rajin. Tapi sekarang ini Sri lebih memilih bekerja dini daripada mengenyam pendidikan. Tak jarang teman sekelas Sri melihat Sri sedang berjualan koran dipinggir jalan. Tapi Sri selalu bersikap cuek kepada temannya. Salah satu sahabat Sri yaitu Nia tidak tega melihat aktivitas Sri yang sekarang ini dan ia mencoba mendekati Sri untuk diajak berbincang-bincang. “Hai Sri, apa kabarmu sekarang ini?”tanya Nia. Sri masih terdiam. ”Apa kamu tidak kangen sama aku?”tanya Nia lagi. Sri pun masih terdiam. “okelah kalau begitu, aku pergi dulu ya”kata Nia sambil beranjak dari tempat duduk. “aku kangen sama kamu”sahut Sri tiba-tiba. Nia kaget mendengar suara Sri, lantas ia menoleh ke Sri dan  kemudian mereka berdua saling berpelukan erat, seperti orang yang telah berpisah lama bertemu kembali.

Pelukan itu membuat Sri menangis mengingat masa bersama kedua orang tuanya ketika masih hidup, ia sudah lama tidak merasakan bagaimana rasa pelukan kasih sayang itu. Sri pun diajak Nia ke rumahnya. Ia dikenalkan ke ayahnya Nia. Ayah Nia adalah seorang pengusaha batik Pekalongan yang sudah sukses. Produknya sudah go Internasionnal. Nia adalah anak satu-satunya dari pasangan Arman dan Karin. Kisah Sri ini kemudian diceritakan kepada ayahnya. Setelah mendengar kisah Sri yang malang, ayah Nia mengucurkan air mata, hatinya tersentuh oleh perjuangan Sri untuk terus hidup mandiri tanpa orang tua . Lama terdiam, Sri dipanggil ayah Nia. Betapa kagetnya si Sri mendengar ucapan ayahnya Nia untuk menjadikannya anak angkat. Ayah Nia tidak tega kalau sampai Sri menanggung beban hidup sendirian. Hati Sri berbunga-bunga mendengar ucapan ayah angkatnya sekarang. “Terima kasih om”kata Sri terharu. “Jangan panggil om, panggil ayah saja..OK, sekarang kamu menjadi anggota keluarga kami yang baru, jangan nangis terus dong”sahut ayah Nia. “Oo ya ayah, saya sangat bahagia”.

Kehidupan Sri sekarang sudah membaik. Sri pun melanjutkan sekolahnya yang dulu sempat terhenti karena desakan ekonomi. Bahkan Sri dibiayai pendidikan sampai jenjang yang lebih tinggi yaitu universitas baik universitas dalam negeri maupun luar negeri. Nia yang dulu menjadi sahabat sekarang menjadi saudara. Rumah Nia yang dulu sepi sekarang menjadi lebih ramai sejak kehadiran Sri, terlebih Sri adalah anak yang lucu. Mereka selalu bercanda, kesana kemari bersama-sama, saling ledek, jail-jailan, bahkan memakai pakaian yang sama bak anak kembar. Sri mulai melupakan kesedihannya dulu, yang membuat Sri depresi dan patah semangat. Kehidupan Sri kedepannya akan semakin cerah dan penuh dengan harapan-harapan yang sempat tertunda.

10 tahun telah berlalu. Sri dan Nia kini sudah menjadi dewasa. Sri selalu merasa senang tinggal bersama keluarga Arman. Kebutuhan sehari-hari selalu tercukupi bahkan berlebih. Hingga pada akhirnya Sri memutuskan untuk meninggalkan keluarga Arman. Ia beralasan untuk pergi merantau seperti halnya keluargnya dulu yang sebagai perantauan. Ia ingin hidup mandiri yang tidak selalu merepotkan orang lain. Keputusannya ini membuat keluarga Arman sedih terlebih lagi Nia, sahabat dan juga saudaranya. Tapi kesedihan ini tidak mengurungkan niat Sri untuk pergi merantau. Setelah berkemas-kemas Sri memeluk erat Nia tanda perpisahan. “Terimakasih atas kasih sayang yang telah kalian berikan kepada saya dan saya tidak akan melupakan seumur hidup kebaikan yang telah kalian berikan kepada saya”ucap Sri bahagia. Keluarga Arman terdiam menahan kesedihan yang teramat dalam. Tapi kesedihan tak dapat ditahan, tangis pun tak terbendung, mereka saling berpelukan untuk yang terakhir kalinya. 

Waktu telah berlalu. Di kehidupan perantauannya  ia telah menikah, ia punya pekerjaan tetap, dan ia dikarunia seorang anak. Dia sekarang menjadi seorang inspirator bagi kaum wanita untuk selalu berjuang dan yang terpenting adalah hidup mandiri. Pada akhirnya waktu telah mempertemukan kembali antara Nia dan Sri. Mereka berdua bagaikan sisi kerang yang didalamnya terdapat mutiara yang cantik. Mereka tidak dapat dipisahkan, mempunyai ikatan yang erat, saling membutuhkan, dan walaupun  mereka berpisah mereka mempunyai hati yang satu.


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar